100 Tahun Kiprah Dokter Indonesia

16 03 2010

Film ini merupakan cuplikan dokmentasi sejarah dokter indonesia sejak dimulainya pendidikan dokter di jawa pada pertengahan abad ke 19 dan kiprahnya dalam kebangkitan nasional dokter wahidin sudirohusodo dan kawan kawan sebagai founding father kedokteran di indonesia dengan kiprahnya telah mengingatkan kembali bahwa dokter terlahir sebagai profesi mulia dan menyandang peran trias peran agent of change, agent of development, dan agent of treatment.

Inilah benang merah yang telah menjadi fakta sejarah yang menempatkan keberadaan figur dokter indonesia sebagai pelopor semangat nasionalisme dan kesadaran berbangsa.





Film Dokumenter – Hancurnya Hutanku

16 03 2010

Ini adalah sebuah film memperlihatkan catatan harian kehidupan yang direkam oleh para pencinta alam Mereka sangat miris terhadap kondisi hutan yang ada saat ini Kita membutuhkan hutan dengan luasan besar untuk ‘meredam’  dan melawan perubahan iklim dan menjaga bumi. Tetapi yang terjadi kita melakukan sebaliknya. Kita Menghancurkan Hutan

Dan Film ini dibuat untuk bertujuan sebagai memberi tahu kepada masyarakat tentang pentingnya peran kita untuk menjaga hutan baik dari perusakan hutan dan pembalakan hutan.





Film Dokumenter Pendek – Indonesia Bukan Negara Islam

16 03 2010

Kenapa film ini Dibuat? Itu karena ketakutan naif si pembuat film (Jason Iskandar) akan Indonesia dan agama Islamnya sebagai agama mayoritas. Dia punya pandangan naif, kalo peraturan di Indonesia makin lama makin menjurus ke aturan Islam, dan entah Dia bener atau salah. Akhirnya Dia membicarakan dengan Bambang, teman Si pembuat film yang beragama Muslim di CC, ternyata dia juga merasakan hal yang sama. Akhirnya si pembuat memilih FPI sebagai antagonis utama,mengapa? Karena Dia merasa (setelah melihat langsung kejadian 1 Juni 2008), mereka cenderung egois dan menginginkan semuanya sama dengan mereka, setidaknya itulah yang Dia rasakan.

Setelah itu, Dia mencari satu layer lagi untuk membumbui film ini, dan Si pembuat mutusin untuk memakai UU APP dan peraturan Jilbab, karena Dia amat kesal dengan suatu tempat di dekat sekolah Jason Iskandar yang waktu itu bertuliskan “Kawasan Khusus Berjilbab”.

Berikutnya adalah subyek, Bambang dari awal adalah pilihan utama, karena ia adalah teman Si Pembuat film yang beragama Islam yang paling liberal. Awalnya, rencana hanya memakai satu orang subyek, namun karena dirasakan terlalu pendek, gue harus mencari orang lain sebagai subyek. Pernah ada rencana, memakai subyek teman yang beragama Muslim juga di Santa Ursula dan Theresia, namun batal. Akhirnya, skrip Di tulis dengan memakai subyek Pak Dirman, guru akuntansi CC yang beragama Muslim, yang hafal doa Bapa Kami dan Salam Maria, namun batal juga karena ia menolak. Sempat bingung memilih subyek kedua, namun akhirnya tak sengaja bertemu Galih, teman Si pembuat film yang juga Muslim dan ternyata ia mau diwawancara.

Kita patut saling memahami diantara satu sama yg lainnya menghormati dan memahami sesama yang lain. jangan jadikan perbedaan agama penyebab persilisihan dalam sesebuah negara, apalagi negara yang sedang membangun, yang penting adalah keamanan sesebuah negara harus dijaga sesuai dengan simbol negara kita yaitu Bhineka Tunggal Ika.





Film dokumenter “Suster Apung”

16 03 2010

Film dokumenter, “Suster Apung” sebelumnya hanya saya tonton secara sepintas di televisi, dan itupun hanya dalam bentuk potongan berita atau cuplikan-cuplikan pendek di salah satu TV Swasta. Meski kisah sukses film itu telah diberitakan berbagai media sejak tahun 2006 silam, saya tidak jua mendapatkan kesempatan untuk  menyaksikan film itu secara utuh. Hingga tanggal 20 mei 2009 saya berkesempatan untuk menyaksikan film, “Suster Apung” secara utuh, bahkan berdiskusi langsung dengan Andi Arfan Sabran pemuda yang menyutradarai film ini, dalam kegiatan, “Pemutaran dan diskusi film dokumenter suster apung” yang diselenggarakan oleh BAKTI di Makassar.”

Film berdurasi 15 menit ini adalah salah satu film dokumenter yang sukses menyabet gelar film terbaik Eagle Award yang diselenggarakan Merto TV,  berkisah tentang seorang suster atau perawat bernama, Hj Andi Rabiah,  yang bekerja dari satu pulau ke pulau lainnya yang letaknya tepat dekat Flores yang merupakan pulau terjauh di Kabupaten Pangkep.
“Suster Apung”  adalah sebuah kisah  inspirasional, sebuah kisah yang menunjukan semangat berbagi dan pengabdian kepada masyarakat, Perawat ini dengan tulus ikhlas melayani pasiennya.

Hj. Rabiah telah bertugas sebagai perawat selama 28 tahun hingga sekaang di kepulauan Liukang Tangaya di selatan Pulau Sulawesi, dekat perairan laut Flores.  Ia harus menembus ganasnya gelombang laut dan melawan batas kewenangannya sebagai perawat, serta tidak menyerah oleh keterbatasan fasilitas yang ada di tempat-tempat terpencil tersebut.
Film dokumenter yang menampilkan aktifitas keseharian suster Rabiah ini sungguh mengharukan, menyaksikan bagaimana perjuangan suster Rabiah dari satu pulau ke pulau lainnya dengan menghadapi ganasnya gelombang laut, demi untuk melayani orang-orang yang membutuhkan pertolongan dari tenaga perawat, benar-benar sebuah kisah kemanusiaan, seperti pengakuan dari sang sutradara,  “Menyaksikan apa yang dilakukan oleh suster Rabiah, benar-benar mengusik rasa kemanusiaan saya, ada hal-hal yang harus disuarakan dari perjuangannya,” ungkapnya.

Sang sutradara asal Makassar ini sangat cerdas dalam menampilkan ketulusan sang suster dalam melayani orang-orang yang membutuhkan pertolongan medis, visualisasi aktifitas dan pernyataan-pernyatan sang suster dalam film ini benar-benar memberikan kesan alami dan tulus, seperti ungkapannya saat mengakui dirinya bertindak di luar kewenangannya selaku suster.  “Saya ini suster, tapi saya harus menjalankan semua tanggung jawab sebagai bidan bahkan dokter. Mau apalagi tidak ada tenaga kesehatan lain di sini,” ungkap sang suster dalam film tersebut.

“Suster Apung”, sebagai sebuah film dokumenter, bukan hanya memenang-kan penghargaan Eagle Award, namun juga telah memenangkan perjuangan menuntut perhatian dari pemerintah atas kehidupan “Sang Pengabdi“ dan masyarakat di pelosok negeri ini.

Setelah film ini terpublikasi, pihak pemerintah seolah berlomba memberikan perhatian kepada penghidupan sang suster. Meski tak jarang perhatian yang diberikan tak mengena pada akar persoalan yang sesungguhnya.

Menyaksikan film ini, seperti melihat dan membaca negara ini, yang sering diidentikan dengan kekayaan alam, namun ada sesuatu yang timpang di dalamnya. “Suster apung” adalah potret kehidupan sang pengabdi yang terlupakan, ada banyak Suster Apung lainnya di pelosok negeri ini yang nasibnya tak lebih baik dari suster Hj.Rabiah.
“Saya meyakini, masih banyak suster-suster seperti Hj. Rabiah, masih banyak kisah-kisah inspiratif dari perjuangan dan pengabdian. Untuk merekalah sesungguhnya film ini dibuat





Unsur Dalam Film Dokumenter

16 03 2010

Pada dasarnya Barsam menempatkan dokumenter itu sendiri di luar kategori lain karena ia mengatakan bahwa peran si pembuat film dalam menentukan interpretasi materi dalam jenis-jenis film tersebut jauh lebih spesifik. Perkembangan dokumenter dan genre-nya saat ini sudah sangat pesat dan beragam, tetapi ada beberapa unsur yang tetap dan penggunaannya; yakni undur visual dan verbal yang biasa digunakan dalam dokumenter.

Unsur Visual:
1. Observasionalisme reaktif
pembuatan film dokumenter dengan bahan yang sebisa mungkin diambil langsung dari subyek yang difilmkan. Hal ini berhubungan dnegan ketepatan observasi oleh operator kamera/sutradara.
2. Observasionalisme proaktif
Pembuatan film dokumenter dengan memilih materi film secara khusus sehubungan dengan observasi terdahulu oleh operator kamera/sutradara.
3. Mode ilustratif
Pendekatan terhadap dokumenter yang berusaha menggambarkan secara langsung tentang apa yang dikatakan oleh narator/
voice over
4. Mode asosiatif
Pendekatan dalam dunia dokumenter yang berusaha menggunakan potongan-potongan gambar dengan berbagai cara. Dengan demikian, diharapkan arti metafora dan simbolis yang ada pada informasi harafiah dalam film, dapat terwakili.

Unsur Verbal:
1. Overheard exchange
Rekaman pembicaraan antaradua sumber atau lebih yang terkesan direkam secara tidak sengaja dan secara langsung.
2. Kesaksian

Rekaman observasi, opini atau informasi, yang diungkapkan secara jujur oleh saksi mata, pakar dan sumber lain yang berhubungan dengan subyek dokumenter. Hal ihttps://imamsuryanto.wordpress.com/wp-admin/post-new.phpni merupakan tujuan utama dari wawancara.
3. Eksposisi
Penggunaan voice over atau orang yang langsung berhadapan dengan kamera, secara khusus mengarahkan penonton yang menerima informasi dan argumen.





Film Dokumenter

16 03 2010

Pengertian Film Dokumenter

Film dokumenter adalah film yang mendokumentasikan kenyataan. Istilah “dokumenter” pertama digunakan dalam resensi film Moana (1926) oleh Robert Flaherty, ditulis oleh The Moviegoer, nama samaran John Grierson, di New York Sun pada tanggal 8 Februari 1926.

Di Perancis, istilah dokumenter digunakan untuk semua film non-fiksi, termasuk film mengenai perjalanan dan film pendidikan. Berdasarkan definisi ini, film-film pertama semua adalah film dokumenter. Mereka merekam hal sehari-hari, misalnya kereta api masuk ke stasiun. pada dasarnya, film dokumenter merepresentasikan kenyataan. Artinya film dokumenter berarti menampilkan kembali fakta yang ada dalam kehidupan.

APA ITU FILM DOKUMENTER ??
Dokumenter sering dianggap sebagai rekaman ‘aktualitas’—potongan rekaman sewaktu kejadian sebenarnya berlangsung, saat orang yang terlibat di dalamnya berbicara, kehidupan nyata seperti apa adanya, spontan dan tanpa media perantara. Walaupun kadang menjadi materi dalam pembuatan dokumenter, faktor ini jarang menjadi bagian dari keseluruhan film dokumenter itu sendiri, karena materi-materi tersebut harus diatur, diolah kembali, dan diatur strukturnya. Terkadang bahkan dalam pengambilan gambar sebelumnya, berbagai pilihan harus diambil oleh para pembuat film dokumenter untuk menentukan sudut pandang, ukuran shot (type of shot),  pencahayaan dan lain-lain agar dapat mencapai hasil akhir yang diinginkan.John Grierson pertama-tama menemukan istilah dokumenter dalam sebuah pembahasan film karya Robert Flaherty,
Moana(1925), yang mengacu pada kemampuan sebuah media untuk menghasilkan dokumen visual suatu kejadian tertentu.

Grierson sangat percaya bahwa “Sinema bukanlah seni atau hiburan, melainkan suatu bentuk publikasi dan dapat dipublikasikan dengan 100 cara berbeda untuk 100 penonton yang berbeda pula.” Oleh karena itu dokumenter pun termasuk didalamnya sebagai suatu metode publikasi sinematik, yang dalam istilahnya  disebut
“creative treatment of actuality”(perlakuan kreatif atas keaktualitasan).

Karena ada perlakuan kreatif, sama seperti dalam film fiksi lainnya, dokumenter dibangun dan bisa dilihat bukan sebagai suatu rekaman realitas, tetapi sebagai jenis representasi lain dari realitas itu sendiri. Kebanyakan penonton dokumenter di layar kaca sudah begitu terbiasa dengan kode dan bentuk yang dominan sehingga mereka tak lagi mempertanyakan lebih jauh tentang isi dari dokumenter tersebut. Misalnya penonton sering menyaksikan dokumenter yang dipandu oleh voiceover, wawancara dari para ahli, saksi dan pendapat anggota masyarakat, set lokasi yang terlihat nyata, potongan-potongan kejadian langsung dan materi yang berasal dari arsip yang ditemukan.

Semua elemen khas tersebut memiliki sejarah dan tempat tertentu dalam perkembangan dan perluasan dokumenter sebagai sebuah bentuk sinematik.Ini penting ditekankan, karena dalam berbagai hal, bentuk dokumenter sering diabaikan dan kurang dianggap di kalangan film seni karena seakan-akan dokumenter cenderung menjadi bersifat jurnalistik dalam dunia pertelevisian. Bukti-bukti menunjukkan bahwa, bagaimanapun, dengan pesatnya perkembangan dokumenter dalam bentuk pemberitaan, terdapat perubahan. kembali ke arah pendekatan yang lebih sinematik oleh para pembuat film dokumenter akhir-akhir ini.

Dan kini perdebatannya berpindah pada segi estetik dokumenter karena ide kebenaran dan keaslian suatu dokumenter mulai dipertanyakan, diputarbalikkan dan diubah sehubungan dengan pendekatan segi estetik dokumenter dan film-film non-fiksi lainnya. Satu titik awal yang berguna adalah daftar kategori Richard Barsam yang ia sebut sebagai “film non-fiksi”  Daftar ini secara efektif menunjukkan jenis-jenis film yang dipandang sebagai dokumenter dan dengan jelas memiliki ide dan kode etik tentang dokumenter yang sama. Kategori-kategori tersebut adalah:
• Film faktual
• Film etnografik
• Film eksplorasi
• Film propaganda
• Cinéma-vérité
• Direct cinema
• Dokumenter